Kamis, 09 Maret 2017

Alasan Logis Mengapa Pujian Justru Membuat Mental Menjadi Lemah

 

Tidak bisa dipungkiri sebagian orang mungkin gila akan pujian sehingga yang diharapkan adalah komentar baik saja dari orang lain. Padahal  pujian sering kali menipu, melenakan bahkan tak jarang menjadi senjata yang mematikan.

Mungkin sebagian orangtua akan menyetujui, jika untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas anaknya mereka harus memuji kemampuan anak-anak agar muncul kepercayaan diri dan pada akhirnya si anak dapat meraih prestasi seperti apa yang mereka inginkan.

Tetapi kemudian, bagaimana jadinya jika pujian itu malah memupuk anak untuk berpikir sempit, mengapa? 

Adam Guettle dijuluki pangeran mahkota. Dia adalah cucu dari Richard Rodgers, orang yang menulis musik untuk karya klasik, sepertinya Guettle mewariskan semua kegeniusan itu, bakatnya begitu sangat hebat. Ibunya Guettle begitu membanggakan kegeniusannya. Ketika Guettle berusia tiga belas tahun, dia disiapkan untuk menjadi bintang di acara Metropolitan Overa dan film di televisi.

Tetapi apa yang terjadi, Guettle lari dan berkata bahwa ia sedang ada masalah dengan suaranya. Sebenarnya apa yang terjadi, Guettle menuturkan dalam kesempatan yang lain, bahwa di dalam keluarga kami kegagalan itu merupakan hal yang jelek. Jadi, saya tidak pernah siap untuk mengalami gagal.

Sebuah penelitian yang dilakukan Dr. Margeret Dianne di sebuah sekolah di Amerika, yang melibatkan ratusan orang siswa yang baru menginjak usia remaja.

Pertama, memberikan setiap siswa sepuluh masalah yang lumayan sulit diambil dari tes IQ non-verbal. Dan mereka semua bisa mengerjakan soal dengan benar, kemudian setelah itu tim peneliti memuji mereka dan juga memuji beberapa orang siswa karena kemampuanya mengerjakan soal. Lalu memberitahukan hasil yang bagus, “Kamu hebat, kamu pintar sekali.”

Persis seperti Adam Guettle diperlakukan. Dan memuji lagi beberapa orang siswa lainnya karena usaha mereka, “Kamu pasti mengerjakannya dengan keras.” Mereka tidak dibuat merasa memiliki bakat spesial, mereka dipuji kerena mereka telah berusaha dengan keras.

Lalu pada awalnya kedua kelompok itu sama. Tetapi setelah pujian itu diberikan, mereka mulai berbeda. Apa yang terjadi kemudian? Tim memberikan soal yang lebih sulit, sehingga tidak bisa mengerjakan dengan mudah.

Anak-anak yang merasa yakin dengan kemampuannya tidak lagi merasa pintar, sementara anak-anak yang merasa yakin dengan usahanya menganggap kesulitan itu sebagai sesuatu yang membutuhkan usaha lebih keras lagi. Ini yang menarik, mereka tidak memandangnya sebagai kegagalan atau sebagai sesuatu sebagai yang bisa mencerminkan intektualnya.

Pertanyaannya, apakah mereka mencintai soal-soal yang diberikan kepada mereka? Meraka akan mencintai soal-soal kerena telah berhasil, akan tetapi setelah diberikan soal yang sulit, siswa yang merasa yakin dengan kemampuannya akan berkata bahwa itu tidak lagi menarik.  Dan mengalihkan dengan mengatakan saya tidak berbakat dalam masalah itu.

Ajaran Islam pun memandang bahwa pujian itu sesuatu yang membahayakan, jika dalam memuji tidak dengan kehati-hatian, meskipun tidak bisa dipungkiri sebagian orang, mungkin gila akan pujian sehingga yang diharapkan adalah komentar baik orang lain.

Padahal mengetahui bahwa pujian sering kali menipu, melenakan bahkan tak jarang menjadi senjata yang mematikan. Begitu pula sama dengan perilaku memuji orang lain di hadapannya, dengan berlebih-lebihan.

Pujilah seseorang dengan bijak; "Berdasarkan prestasinya"
Pada dasarnya jika Anda dipuji, mereka—yang memuji—itu tidak mengetahui siapa diri kita sebenarnya. Kalau mengetahui yang sebenarnya, belum tentu mereka mau untuk memuji Anda.
Kesalahan kita adalah terkadang saat dipuji, kita langsung menikmatinya dan merasakan bahwa isi pujian itu benar-benar terjadi pada diri Anda. Maka prasangka tersebut akan menimbulkan pandangan Anda akan tumpul melihat diri Anda sendiri, lebih parah karena telah benar-benar menikmati pujian itu maka Anda akan berusaha untuk terus mempertahankan diri agar pujian itu terus melekat pada diri Anda.

Ini berbahaya. Ketahuilah, orang-orang memuji Anda tidak lain hanya menyangka Anda dengan sangkaan mereka yang belum tentu siapa Anda sebenarnya.

Pujian itu tipuan, saat dipuji mestinya Anda malu, karena mereka menyangka sesuatu yang sesungguhnya tidak ada pada diri Anda. Jika Anda  menikmati pujian itu, sama artinya Anda menikmati sesuatu yang tidak ada pada diri Anda dan artinya Anda sudah berbuat bohong pada diri sendiri, itu sangat mengkhawatirkan.

Pujian membuat Anda terpenjara. Misalnya, bila Anda sudah terlanjur dipuji dengan pujian sebagai seorang yang dermawan, kemudian Anda akan merasa takut orang-orang tidak menyatakan Anda seorang dermawan lagi, sehingga Anda akan melakukan apa pun agar pujian itu senantiasa menempel pada diri Anda sekalipun di luar kemampuan Anda.


Jika hal demikian terus berlanjut, bisa jadi Anda menjadi orang yang paling dermawan, dan mudah menyalahkan orang lain karena mereka tidak mengikuti Anda serta akan merasa sakit hati apabila ada yang tidak memuji Anda. Hal itulah yang saya sebut terbelenggu dan terpenjara oleh status. 

Tidak ada komentar:
Write komentar