Tidak bisa dipungkiri sebagian orang mungkin
gila akan pujian sehingga yang diharapkan adalah komentar baik saja dari orang lain.
Padahal pujian sering kali menipu, melenakan bahkan tak jarang
menjadi senjata yang mematikan.
Mungkin sebagian orangtua akan menyetujui, jika untuk meningkatkan
kemampuan dan kreativitas anaknya mereka harus memuji kemampuan anak-anak agar
muncul kepercayaan diri dan pada akhirnya si anak dapat meraih prestasi seperti apa yang mereka
inginkan.
Tetapi kemudian, bagaimana jadinya jika pujian itu malah memupuk anak untuk berpikir sempit, mengapa?
Adam Guettle dijuluki pangeran
mahkota. Dia adalah cucu dari Richard Rodgers, orang yang menulis musik untuk
karya klasik, sepertinya Guettle mewariskan semua kegeniusan itu, bakatnya
begitu sangat hebat. Ibunya Guettle begitu membanggakan kegeniusannya. Ketika
Guettle berusia tiga belas tahun, dia disiapkan untuk menjadi bintang di acara
Metropolitan Overa dan film di televisi.
Tetapi apa yang terjadi, Guettle lari dan
berkata bahwa ia sedang ada masalah dengan suaranya. Sebenarnya apa yang terjadi,
Guettle menuturkan dalam kesempatan yang lain, bahwa di dalam keluarga kami
kegagalan itu merupakan hal yang jelek. Jadi, saya tidak pernah siap untuk
mengalami gagal.
Sebuah penelitian yang dilakukan Dr. Margeret Dianne di
sebuah sekolah di Amerika, yang melibatkan ratusan orang siswa yang baru
menginjak usia remaja.
Pertama, memberikan setiap siswa sepuluh masalah yang
lumayan sulit diambil dari tes IQ non-verbal. Dan mereka semua bisa mengerjakan
soal dengan benar, kemudian setelah itu tim peneliti memuji mereka dan juga
memuji beberapa orang siswa karena kemampuanya mengerjakan soal. Lalu memberitahukan
hasil yang bagus, “Kamu hebat, kamu pintar sekali.”
Persis seperti Adam Guettle diperlakukan. Dan memuji lagi
beberapa orang siswa lainnya karena usaha mereka, “Kamu pasti mengerjakannya
dengan keras.” Mereka tidak dibuat merasa memiliki bakat spesial, mereka dipuji
kerena mereka telah berusaha dengan keras.
Lalu pada awalnya kedua kelompok itu sama. Tetapi setelah
pujian itu diberikan, mereka mulai berbeda. Apa yang terjadi kemudian? Tim
memberikan soal yang lebih sulit, sehingga tidak bisa mengerjakan dengan mudah.
Anak-anak yang merasa yakin dengan kemampuannya tidak
lagi merasa pintar, sementara anak-anak yang merasa yakin dengan usahanya
menganggap kesulitan itu sebagai sesuatu yang membutuhkan usaha lebih keras
lagi. Ini yang menarik, mereka tidak memandangnya sebagai kegagalan atau
sebagai sesuatu sebagai yang bisa mencerminkan intektualnya.
Pertanyaannya, apakah mereka mencintai soal-soal yang
diberikan kepada mereka? Meraka akan mencintai soal-soal kerena telah berhasil,
akan tetapi setelah diberikan soal yang sulit, siswa yang merasa yakin dengan
kemampuannya akan berkata bahwa itu tidak lagi menarik. Dan mengalihkan dengan mengatakan saya tidak
berbakat dalam masalah itu.
Ajaran Islam pun memandang bahwa pujian
itu sesuatu yang membahayakan, jika dalam memuji tidak dengan kehati-hatian,
meskipun tidak bisa dipungkiri sebagian orang, mungkin gila akan pujian
sehingga yang diharapkan adalah komentar baik orang lain.
Padahal mengetahui bahwa pujian sering kali
menipu, melenakan bahkan tak jarang menjadi senjata yang mematikan. Begitu pula
sama dengan perilaku memuji orang lain di hadapannya, dengan berlebih-lebihan.
![]() |
Pujilah seseorang dengan bijak; "Berdasarkan prestasinya" |
Pada dasarnya jika
Anda dipuji, mereka—yang memuji—itu tidak mengetahui siapa diri kita
sebenarnya. Kalau mengetahui yang sebenarnya, belum tentu mereka mau untuk
memuji Anda.
Kesalahan kita
adalah terkadang saat dipuji, kita langsung menikmatinya dan merasakan bahwa
isi pujian itu benar-benar terjadi pada diri Anda. Maka prasangka tersebut akan
menimbulkan pandangan Anda akan tumpul melihat diri Anda sendiri, lebih parah
karena telah benar-benar menikmati pujian itu maka Anda akan berusaha untuk
terus mempertahankan diri agar pujian itu terus melekat pada diri Anda.
Ini berbahaya. Ketahuilah, orang-orang memuji
Anda tidak lain hanya menyangka Anda dengan sangkaan mereka yang belum tentu
siapa Anda sebenarnya.
Pujian itu tipuan,
saat dipuji mestinya Anda malu, karena mereka menyangka sesuatu yang
sesungguhnya tidak ada pada diri Anda. Jika Anda menikmati pujian itu, sama artinya Anda
menikmati sesuatu yang tidak ada pada diri Anda dan artinya Anda sudah berbuat
bohong pada diri sendiri, itu sangat mengkhawatirkan.
Pujian membuat
Anda terpenjara. Misalnya, bila Anda sudah terlanjur dipuji dengan pujian
sebagai seorang yang dermawan, kemudian Anda akan merasa takut orang-orang
tidak menyatakan Anda seorang dermawan lagi, sehingga Anda akan melakukan apa pun
agar pujian itu senantiasa menempel pada diri Anda sekalipun di luar kemampuan
Anda.
Jika hal demikian
terus berlanjut, bisa jadi Anda menjadi orang yang paling dermawan, dan mudah
menyalahkan orang lain karena mereka tidak mengikuti Anda serta akan merasa
sakit hati apabila ada yang tidak memuji Anda. Hal itulah yang saya sebut
terbelenggu dan terpenjara oleh status.
Tidak ada komentar:
Write komentar