![]() |
Seimbang antara teori dan prakteknya |
Tidak
semua hal bisa diselesaikan dengan omongan, karena ada hal-hal yang akan
selesai bukan dengan omongan melainkan dengan tindakkan, contohnya membuang
sampah pada tempatnya.
Ini tentu bukan hanya sebatas selogan, apa lagi hanya
himbauan, jelas harus ada aktiftas riilnya yaitu membuang sampah pada
tempatnya. Beberapa teman saya sering bertanya bagaimana caranya menjadi
penulis. Saya menjawab dengan sederhana, ya… tinggal menulis. Penulis adalah
yang menulis, pembaca adalah yang membaca demikian juga pembicara atau
pendongeng.
Mereka yang melakoninya layak dipredikatkan untuk apa yang sedang
dilakoninya. Sederhana.
Dari
penyebutan istilahpun kita tahu bahwa apakah istilah itu menunjukan konotasi
aktiftas fisik atau hanya sebatas omongan saja. Bagi para pengacara atau para
negosiator ulung, tentunya ia tidak hanya berpacu pada gaya dan rektorika
semata, pengumpulan data untuk mendukung fakta-fakta sangat dibutuhkan untuk kemenang.
Kadang
teori tidak searah bahkan jauh dari realitas di dunia kerja. Tetapi fungsi dari pada teori yang biasanya
diperoleh dibangku seklolah atau diperkuliahan adalah semata dinamika
berpikirnya.
Kalau hanya sebatas mengumpulkan lalu menghapal teori-teorinya
apalah artinya tanpa memahami regulasi mengapa muncul teori seperti itu.
Jika dinamika berpikir telah berjalan dengan
baik, dan ketika bersentuhan dengan lapangan tentu kita pun akan terbiasa
menganalisis, menghimpun dan bahkan menyimpulkan sehingga kita bisa menemukan
teori baru dalam bidang yang baru.
Semangat inilah yang harus dimiliki agar
dunia kerja tidak selalu timpang dengan pendidikan yang dienyam.
Jika
kemampuan berpikir tidak diasah–untuk peka terhadap apa yang terjadi–, apalagi
hanya mengumpulkan dan menghapal teori-teori yang nampaknya sudah usang, tidak
menutup kemungkinan kita akan bergulat para perdebatan dan adu rektorika yang
tidak berujung pangkal, padahal dunia menuntut untuk cepat dan tangkas dalam
memberikan solusi.
Tetapi jangan sampai kita salah persepsi, karena ada hal
yang berkutat pada hal-hal yang teoritis, seperti hal-hal yang metefisik,
eskatologi dan ada juga hal yang membutuhkan aplikasi seperti sains, etika dan
estetika. Tetapi bagaimana caranya dua kutub itu menatu. Ketika berbicara
tentang sains maka akan pula berujung pangkal pada matefisik. Ketika berbicara
tentang matimatika atau fisika ada korelasinya dengan etika dan setetika.
Sehingga semuanya bisa bernilai.
Kemampuan
menyatukan antara teori dan praktek membutuhkan energi. Tidak mungkin seseorang
yang sehat otaknya (kemampuan daya pikirnya normal) sementara fisiknya lemah,
sakit-sakitan, jelas tidak memungkinkan untuk mempraktekannya.
Jelas sekali
harus adanya keseimbangan, terutama asupan nutrisi. Kebutuhan fisik adalah
dengan asupan nutrisi yang dibutuhkan fisik seperti vitamin, protein, dan
lainya. Untuk pikiran membutuhkan nutrisi yang bergizi pula berupa bacaan yang
sehat, motivasi, inspirasi dan pandangan hidup yang mencerahkan.
Tidak ada komentar:
Write komentar